Tinjauan
Benteng Marlborough (Fort Marlborough)
bukan hanya merupakan benteng pertahanan daerah kekuasaan Inggris di
kawasan pantai barat Sumatera tapi juga tempat untuk mempertahankan
Bengkulu sebagai daerah monopoli lada dan perdagangan. Benteng ini
dibangun oleh East India Company (EIC) tahun 1713-1719 pada masa
kepemimpinan Gubernur Joseph Callet. Benteng ini dianggap
sebagai benteng terkuat kedua milik Inggris di wilayah timur setelah
benteng St. George di Madras, India. Nama Marlborough sendiri diberikan
oleh pemerintah Inggris kepada John Churchil yang bergelar Duke of Marlborough I sebagai tanda penghormatan.
Pada awalnya benteng digunakan sebagai pertahanan namun kemudian beralih fungsi sebagai tempat perdagangan komoditi lada sekaligus pusat pengawasan jalur Selat Malaka. Dilihat dari arsitektur bangunannya benteng ini lebih mirip seperti hunian di tengah kota daripada benteng atau pusat perdagangan. Menurut catatan British Library yang ada di benteng ini menjelaskan tentang proses pembaptisan, perkawinan, dan kematian dari para penghuninya. Terdapat sekitar 90 pegawai sipil dan militer yang tinggal di dalam benteng ini.
Saat ini, benteng masih berdiri kokoh di tanah seluas 44.100 m² dengan panjang 240,5 m dan lebar 170,5 m, menghadap ke arah selatan dan membelakangi Samudra Hindia. Bentuk arsitektur bangunan ini mirip kura-kura, terdapat jembatan yang menghubungkan bagian kepala dan badan, sebuah jembatan di atas parit yang membentuk ekor dan jembatan yang menghubungkan jalan masuk dengan bagian luar. Dahulu ketiga jembatan ini bisa diangkat dan diturunkan. Sampai saat ini batas dinding terluar masih nampak yaitu berupa parit-parit.
Di dalam bangunan ini terdapat ruang tahanan, gudang persenjataan, kantor, beberapa meriam, ruang perlindungan, terowongan sepanjang 6 m dan lebar 2 m. Sedangkan di bagian belakang terdapat tiga makam yaitu makam Thomas Parr, Charles Muray dan satu makam tak dikenal. Terdapat juga prasasti nisan yang bertuliskan nama, tanggal dan tahun kematian tentara Inggris.
Pada awalnya benteng digunakan sebagai pertahanan namun kemudian beralih fungsi sebagai tempat perdagangan komoditi lada sekaligus pusat pengawasan jalur Selat Malaka. Dilihat dari arsitektur bangunannya benteng ini lebih mirip seperti hunian di tengah kota daripada benteng atau pusat perdagangan. Menurut catatan British Library yang ada di benteng ini menjelaskan tentang proses pembaptisan, perkawinan, dan kematian dari para penghuninya. Terdapat sekitar 90 pegawai sipil dan militer yang tinggal di dalam benteng ini.
Saat ini, benteng masih berdiri kokoh di tanah seluas 44.100 m² dengan panjang 240,5 m dan lebar 170,5 m, menghadap ke arah selatan dan membelakangi Samudra Hindia. Bentuk arsitektur bangunan ini mirip kura-kura, terdapat jembatan yang menghubungkan bagian kepala dan badan, sebuah jembatan di atas parit yang membentuk ekor dan jembatan yang menghubungkan jalan masuk dengan bagian luar. Dahulu ketiga jembatan ini bisa diangkat dan diturunkan. Sampai saat ini batas dinding terluar masih nampak yaitu berupa parit-parit.
Di dalam bangunan ini terdapat ruang tahanan, gudang persenjataan, kantor, beberapa meriam, ruang perlindungan, terowongan sepanjang 6 m dan lebar 2 m. Sedangkan di bagian belakang terdapat tiga makam yaitu makam Thomas Parr, Charles Muray dan satu makam tak dikenal. Terdapat juga prasasti nisan yang bertuliskan nama, tanggal dan tahun kematian tentara Inggris.
Aktivitas
Akomodasi,
\
\
Tidak ada komentar:
Posting Komentar